Mendidik Dengan Hati...

GURU AKTIF CREATIF

Saya membaca hasil penelitian yang dilakukan oleh dua dosen terhadap sejumlah guru sekolah menengah di kota Pontianak. Hasil penelitian ini membuat saya merenung. Guru belum mampu menunjukkan kinerja mengajar dengan baik. Waw, ada apa dengan guru kita? Apakah mereka tidak pandai mengajar? Saya rasa tidak. Mungkin guru hanya belum maksimal menunjukkan kreatifitas dalam mengajar.
Saya mungkin salah seorang yang sependapat kalau seorang guru itu memang perlu aktif dan kreatif. Dunia kita kini sedang mengalami perubahan dahsyat. Ini terjadi boleh jadi karena membanjirnya informasi dari banyak sumber, seperti TV, telepon, dan internet. Oleh karena itu, sebagai guru, kita akan tertinggal informasi tentang perubahan dunia pembelajaran yang begitu pesat, apabila masih bersikap menunggu tanpa menjadi aktif dan kreatif mencari tahu dan berusaha mengembangkan teknik teknik pembelajaran di dalam kelas.
Kini telah terjadi perubahan besar besaran dalam cara orang belajar. Tentunya perubahan pembelajaran ini diakibatkan oleh temuan temuan terakhir dari riset yang serius terhadap fungsi otak, memori, dan psikologi manusia.
Seorang psikolog terkenal pada Universitas Harvard, Howard Gardner telah melakukan penelitian intensif tentang kecerdasan manusia. Penelitiannya telah merubah anggapan tentang kecerdasan tunggal kita selama ini. Beliau menyimpulkan paling tidak ada delapan kecerdasan yang dimiliki seseorang. Kedelapan kecerdasan ini mencakup kecerdasan verbal, numeris/logis, teknis, sensual kinestetis, kreatif, personal, dan sosial. Howard menyebutnya sebagai kecerdasan yang sangat mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam hidup. Seorang siswa dapat memiliki salah satu dari kedelapan kecerdasan gabungan, kecuali dia yang memiliki cacat otak secara fisik. Teori yang kemudian disebut sebagai ”kecerdasan majemuk” ini mengisyaratkan bahwa seseorang, termasuk kita, dapat melakukan paling sedikit delapan cara pembelajaran berbeda. Dengan adanya temuan psikolog terbaru ini, maka kita sebagai guru dan orang tua sudah selayaknya mulai memandang siswa, anak didik kita dalam kacamata yang positif. Karena apabila kita merujuk pada teori ini, maka sebenarnya tidak ada anak yang bodoh. Setiap anak, paling sedikit memiliki satu kecerdasan yang menonjol. Hanya kita kadang kadang tidak dapat dengan jeli, dan sabar memperhatikan kecerdasan tertentu yang dimiliki oleh anak kita. Sehingga seringkali kita menganggap hanya seseorang yang nilai matematika baik, atau yang hafalannya bagus itulah anak yang cerdas. Padahal tidak jarang orang yang saat bersekolah tidak menonjol dalam mata pelajaran Matematika atau biasa saja dalam pelajaran Sejarah, justru berhasil dalam hidup.
Saya kemudian teringat pada suatu kejadian beberapa tahun yang lalu. Saya mempunyai kolega bisnis jual beli mobil yang cukup sukses. Suatu hari kami mengatur transaksi penjualan mobil kepada salah seorang rekan saya lain, seorang guru sekolah menengah di daerah pesisir kabupaten Pontianak. Ternyata rekan saya yang berminat membeli mobil tadi adalah mantan guru teman saya, penjual mobil. Singkat cerita, setelah selesai transaksi, teman saya yang guru bercerita bahwa penjual mobil tadi, saat menjadi murid beliau bukanlah seorang siswa cemerlang bahkan tidak menunjukkan hal hal yang menonjol, kecuali kebiasaannya yang suka menolong. Beliau justru sangat terkesan setelah tahu mantan siswanya sekarang telah menjadi pebisnis yang sukses. Ini mungkin salah satu kecerdasan yang dimaksud Howard, kecerdasan sosial, yaitu kemampuan yang baik dalam bernegosiasi yang dimiliki teman saya tadi yang telah menghantarkannya menjadi pembisnis yang berhasil.
Saat ini telah terjadi perkembangan cara belajar yang disebut dengan ”Accelerated Learning”. Pembelajaran cepat, ini memang menakjubkan. Ternyata hasil pembelajaran dengan mengaktifkan ”kemampuan diri” secara maksimal dapat menghasilkan capaian berlipat lipat dari luaran proses pembelajaran tradisional, yang lebih sering menuntut siswa menghafalkan teks.
Seorang kolega saya, Dr. Wasi’an dari Lembaga Penjamin Mutu Untan, beberapa waktu lalu mengulas masalah pendidikan di negri ini dan membandingkannya dengan Finlandia, sebuah negara kecil di Eropah. Menurut beliau hasil riset terkini yang dilakukan oleh sebuah lembaga riset independen dunia, telah menempatkan Finlandia sebagai suatu negara yang memiliki sistem pendidikan urutan terbaik di dunia. Salah satu hal yang menempatkan negeri ini pada posisi teratas tersebut karena guru guru di negara Finlandia lebih menekankan pembelajaran dengan menciptakan suasana kreatif di kelas. Mereka beranggapan, seorang guru memang harus diberikan keleluasaan untuk mengembangkan silabus dan materi ajar secara mandiri, sehingga mereka dapat lebih leluasa berkreasi untuk menciptakan silabus dan materi ajar sesuai yang dibutuhkan oleh siswa dan pasar sebagai pemamfaat lulusan. Intinya seorang guru harus dapat mengajar suatu ilmu serta mamfaatnya dalam kehidupan ini dengan cara yang mudah, menarik dan kreatif mengacu kepada kecerdasan majemuk siswa. . Bukan malah membebani siswa dengan teks teks panjang yang harus dihafalkan.
Di Singapura, bahkan di Malaysia tetangga kita, belajar dengan model menghafal memang sudah lama ditinggalkan. Sebab belajar dengan model menghafal, siswa tidak akan memperoleh banyak. Isi dan gizi dari pengetahuan itu sendiri baru bisa kita miliki dan nikmati melalui proses pembelajaran yang lebih intent, terus menerus sambil melakukan praktek dan percobaan percobaan.
Accelerated Learning, bukan berarti belajar lebih cepat, tetapi adalah belajar dengan memaksimalkan effisiensi otak dengan menggunakan bakat alami kita, ini yang dikatakan Thomas L. Madden (2002) dalam buku terbarunya FIRE-UP Your Learning. Sebagai guru kita memang harus mau merubah cara pembelajaran kita. Kita harus memulainya dari sekarang, dari hal yang paling sederhana dan dari diri kita sendiri. Kita harus bangun dari keterlenaan menggunakan cara cara tadisional dalam mengajar. Kita memang harus bangkit dan segera mengejar ketertinggalan kita selama ini. Kalau orang di luar sana sudah melakukan percepatan pembelajaran dengan accelerated learningnya, kenapa kita tidak mencobanya?

Tidak ada komentar: