Mendidik Dengan Hati...

Berbeda Kenapa Tidak

Mengapa kita sering tidak berani tampil beda dalam berkarya? Mungkin salah satu penyebabnya adalah pengalaman masa kecil kita yang sering tidak diberikan ruang untuk memunculkan suatu pemikiran atau karya yang berbeda dari apa yang sudah berlaku umum dalam kehidupan kita sehari-hari. Di sekolah kita sering dibiasakan mencontoh bukan memodifikasi atau bahkan berkreasi sendiri. Kalaupun kita mencoba untuk sedikit berbeda maka seringkali perbedaan tersebut tidak direspon positif, atau bahkan mendapat cemoohan, cibiran, dan yang lebih menyedihkan lagi, malah menjadi bahan tertawaan teman-teman kita. Akibatnya memang kita terbentuk untuk menjadi seseorang yang menghindari perbedaan. Sehingga apabila ada seseorang yang berbeda, baik dalam penampilan atau pemikiran, dilingkungan kehidupan dimana kita berada, kita sering menjadi curiga, berseberangan, bahkan apriori dengan perbedaan tersebut.
Suatu hasil studi menunjukkan bahwa seseorang apabila ia berada dalam suatu kelompok individu, cenderung untuk menerima norma standar yang berlaku dalam kelompok tersebut. Memang biasanya kita sering diharapkan untuk bertingkah laku sesuai dengan norma yang ada dalam kelompok dimana kita berada. Ada sebuah nasehat orang tua-tua, ”apabila masuk ke kandang kambing mengembek, dan masuk ke kandang sapi mengemoh”. Nasehat ini mengingatkan kita agar selalu menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku dalam masyarakat dan lingkungan dimana kita bekerja dan bertempat tinggal.
Faktor lain yang menyebabkan mengapa seseorang cenderung takut untuk berbeda, salah satunya karena adanya tekanan psikologis dari kelompok dan lingkungan. Hal ini akan menyebabkan seseorang dapat berubah pemikiran dan pendapat, sekalipun pendapatnya benar, lalu menyesuaikan dengan pendapat kebanyakan orang dalam kelompok tersebut, yang sebenarnya keliru.
Padahal kita semua tahu bahwa setiap orang memang memiliki pola pikir yang berbeda. Penelitian menunjukkan bahwa setiap individu berfikir dan berkarya dengan cara yang tidak sama. Penyebabnya karena dalam berbuat dan bertindak seseorang sangatlah dipengaruhi oleh memori yang tersimpan pada alam bawah sadarnya, suatu rekaman kebiasaan bagaimana individu tersebut merespon setiap stimulus yang dimasukkan kedalam memori ingatan, yang diperoleh dari pengalaman di masa pengasuhan sejak usia dini.
Setiap individu memiliki kecenderungan mengolah informasi secara berbeda pula. Ada orang yang terbiasa memaksimalkan belahan otak kiri, yang cenderung analistis, befikir secara logis, linear, berurutan, objektif dan terstruktur. Sebagian lagi cenderung dan terbiasa memproses dengan otak kanan yang cenderung holistik dan menyeluruh, yang membiasakan berfikir fantasi, intuitif, umum, dan acak (Barbara Prashing, The Power of Learning Styles, 2007).
Kecerdasan yang dimiliki oleh setiap individupun beragam. Seseorang bisa jadi cerdas dalam bermatematika, yang lainnya cerdas dalam berbahasa, ada pula yang cerdas dalam bermain musik dan drama, atau ada yang cerdas dalam melukis, bergaul atau bernegosiasi (Howard Gardner, Multiple Inteligence : Frames of Mind, 1993) Ini menujukkan kita memang berbeda satu dengan yang lain.
Lantas benarkah tampil beda itu suatu hal yang tidak baik? Yang dimaksud dengan tampil beda disini adalah tampil di luar kebiasaan, yaitu tampil “luar biasa”. Orang yang tampil beda seringkali memiliki cara berfikir, berbicara, belajar, dan bekerja berbeda dari orang kebanyakan. Mereka cenderung berfikir analistis, kritis, kreatif, intuitif, dan penuh fantasi. Mereka berfikir dengan memaksimalkan kedua kemapuan belahan otak yang dimiliki, yaitu dengan cara analistis dan menyeluruh.
Mengapa kita sering merasa risi atau tak enak untuk tampil beda?
Penyebabnya karena kita sudah terbiasa berada dalam suatu keadaan yang disebut dengan zona kenyamanan, suatu daerah dimana kita merasa terlindungi, bebas dari stress, dan tekanan. Biasanya zona kenyamanan ini akan membatasi kita dari berbuat sesuatu yang berbeda. Pembatasan zona kenyamanan ini dilakukan oleh pikiran analistis yang kita miliki, ini dimaksudkan untuk menjaga dan melindungi diri kita dari cedera mental atau fisik dan kehilangan sesuatu (Thomas L. Madden, Fire Up Your Learning, 2002, Sandy MacGregor, Piece of Mind, 2006). Namun demikian, memberikan batas pada zona kenyamanan secara ketat akan menyebabkan kita membatasi diri dalam menjelajahi dunia peluang yang baru. Orang apabila sudah merasa nyaman, cenderung untuk tidak mencoba sesuatu yang baru , yang mereka anggap mengganggu zona kenyamanan yang sudah ada. Thomas L Madden, seorang pakar pendidikan, mengatakan bahwa seseorang yang terperangkap dalam rutinitas kehidupan sehari hari cenderung lambat untuk menerima sesuatu yang baru dan inovatif. Ini dikarenakan mereka sudah terkurung oleh zona kenyamanan yang tercipta oleh lingkungan kehidupan, lingkungan pekerjaan, serta lingkungan keluarga yang dirasakannya yang telah memberikan kenyamanan. Mereka tidak berani untuk keluar dari zona yang ada, dan seringkali tidak menyadari bahwa zona di luar sana lebih nyaman dan lebih dapat memberikan keleluasaan dalam bergerak, berkreasi, dan berkarya (Fire Up Your Learning, 2002).
Kita harus berani keluar dari zona kenyamanan. Jangan takut berbuat kesalahan karena semakin banyak kesalahan yang kita buat, semakin banyak yang dapat kita pelajari. Kesalahan bisa menjadi batu loncatan.
Kita tidak belajar banyak apabila kita terlena berada dalam zona kenyamanan. Justru begitu kita berhasil menembus rintangan keragu- raguan dan keluar dari zona kenyamanan, disanalah sebenarnya kita akan belajar banyak sesuatu yang baru.
Mungkin sudah saatnya kita terbiasa memberikan ruang kepada siapa saja, untuk membiasakan diri berani tampil beda dengan maksud untuk meperkaya keseragaman yang memang sudah barang tentu banyak manfaatnya. Dengan demikian kita akan menjadi pemimpin, guru, suami, dan teman serta tetangga yang menghargai perbedaan serta menjunjung tinggi arti demokrasi. Karena memang tidak ada satu individupun yang terlahir kedunia ini identik sama. Kita selalu membawa kekhasan pribadi yang merupakan kekayaan kita masing masing, yang nantinya akan saling melengkapi dalam rangka memahami serta menjelajahi rahasia kebesaran alam semesta ini. Bukankah kita diciptakan tentu dengan maksud agar dapat saling mengenal, lantas menyatu dalam kehidupan yang universal. Kita harus berani melakukan perubahan, membuka diri, menerima perbedaan sebagai suatu nikmat dan rahmatNya.
Sekecil apapun perbedaan yang telah kita buat akan sangat berarti untuk memperkaya khasanah kehidupan ini. Ada beberapa manfaat yang dapat kita petik menjadi sosok yang berbeda. Kita tidak akan merasa bingung memahami diri kita sendiri, dan menghargai individualitas kita. Kita akan memahami kekuatan yang kita miliki, dan karakater-karakater yang ada pada diri kita. Selain itu, kita dapat menciptakan kesatuan dalam keberagaman dalam kehidupan pribadi atau professional dengan mengakui perbedaan diri merupakan suatu kekayaan dan kekuatan. Namun kita harus sadar benar tampil beda tidak berarti harus melangkahi norma sosial yang kita yakini, hormati, dan pegang bersama, terutama norma agama yang memang berlaku universal. Selain itu kita sudah seyogyanya mulai meninggalkan kebiasaan mencemooh, mencibir, atau menggunjing seseorang yang kita lihat berani tampil beda.
GURU AKTIF CREATIF

Saya membaca hasil penelitian yang dilakukan oleh dua dosen terhadap sejumlah guru sekolah menengah di kota Pontianak। Hasil penelitian ini membuat saya merenung। Guru belum mampu menunjukkan kinerja mengajar dengan baik। Waw, ada apa dengan guru kita? Apakah mereka tidak pandai mengajar? Saya rasa tidak। Mungkin guru hanya belum maksimal menunjukkan kreatifitas dalam mengajar.Saya mungkin salah seorang yang sependapat kalau seorang guru itu memang perlu aktif dan kreatif. Dunia kita kini sedang mengalami perubahan dahsyat. Ini terjadi boleh jadi karena membanjirnya informasi dari banyak sumber, seperti TV, telepon, dan internet. Oleh karena itu, sebagai guru, kita akan tertinggal informasi tentang perubahan dunia pembelajaran yang begitu pesat, apabila masih bersikap menunggu tanpa menjadi aktif dan kreatif mencari tahu dan berusaha mengembangkan teknik teknik pembelajaran di dalam kelas....



Belajar Saja Kok Takut

”Tuntutlah ilmu dari ayunan sampai ke liang lahat”, ini adalah suatu nasehat agar kita memang tak pernah berhenti belajar। Tidak ada kata terlalu tua untuk belajar. Belajar memang tak pernah habis. Colin Rose dan Malcom J. Nicholl dalam bukunya Accelerated Learning for the 21st Century menganjurkan langkah langkah belajar efektif sebagai berikut : pertama kita harus faham dan yakin benar bahwa sesuatu yang akan kita pelajari memang bermanfaat bagi kita, kedua selalu membuat catatan dan peta belajar, lalu maknailah sesuatu yang kita pelajari, setelah itu pacu memori yang kita miliki, kemudian ungkapkan pengetahuan yang telah kita peroleh kepada orang lain, dan terakhir renungkan apa yang telah kita pelajari. Memahami dan meyakini bahwa sesuatu yang akan kita pelajari memang bermanfaat bagi hidup kita, terutama dalam jangka pendek, sangatlah menentukan keberhasilan belajar। Seseorang yang berhasil dalam mempelajari bahasa Inggris umpamanya, karena pada awalnya dia memang faham dan yakin benar bahwa bahasa Inggris memang sangat diperlukannya dalam kehidupan sehari-hari....