Mendidik Dengan Hati...

BERANI BERMIMPI BESAR

Only who can see the invisible, can do the impossible! (Hanya mereka yang dapat melihat sesuatu yang tak nampak, yang mampu melakukan sesuatu yang mustahil) Thomas Craliley

Ketika asyik duduk menikmati panorama sore hamparan pemandangan indah di kampung halamannya, Ulm di selatan Jerman, mata Einstain muda tertuju pada sebuah benda alam yang kerkilauan bak permata nun jauh di sana, di batas cakrawala, sebuah bintang yang sering disebut bintang timur. Ia berkhayal alangkah bahagianya andaikan dapat bertamasya menuju bintang tersebut. Ia sadar benar bahwa hanya sebuah kendaraan yang bisa bergerak super dan maha cepat yang dapat membawanya selamat ke tempat tersebut, sebelum ia terlanjur menjadi renta karena dimakan usia yang dihabiskannya selama menempuh perjalanan yang maha panjang dan jauh. Ia bermimpi, bagaimana jika dapat melesat ke gugus bintang milkyway dengan menunggangi seberkas sinar matahari yang kala itu mulai redup dan tampak kuning keemasan muncul berkilauan dari balik awan senja. Karena ia percaya hanya dengan berkendaraan cahaya inilah ia dapat mencapai bintang dan mewujudkan mimpinya. Mimpi serta khayalannya untuk menjelajahi tata surya dengan menunggangi cahaya mentari inilah yang membawa Albert Einstain menemukan teori relativitas yang sangat mahsur itu.

Saya teringat akan sebuah tulisan yang sempat menjadi best seller pada awal tahun ini yaitu “The Secret, Rahasia” ditulis oleh Rhonda Byrne. Ide dalam buku ini juga dikemas dalam bentuk VCD sehingga pesan-pesan yang ada menjadi mudah untuk dipahami karena ia menjadi tervisualisasi. Ringkasan dari buku terkenal ini antara lain bahwa kehidupan adalah suatu hukum tarik menarik. Hukum ini mengatakan bahwa kemiripan menarik kemiripan. Jadi ketika kita memikirkan suatu pikiran, kita juga menarik suatu pikiran-pikiran serupa ke diri kita.

Pikiran bersifat magnetis, dan pikiran memiliki frekwensi. Ketika kita memikirkan sesuatu pikiran-pikiran, maka pemikiran tersebut akan dikirim ke alam semesta dan secara magnetis pikiran akan menarik semua hal serupa yang memiliki frekwensi yang sama. Dalam paradigma ilmu fisika barupun dipertegas bahwa sesungguhnya kita adalah makhluk yang interdependensi, yang saling berketergantungan dan saling terhubung. Semua kita, manusia, tetumbuhan, bebatuan dan hewan di sekitar kita, dengan cara “tertentu” saling berhubungan. Ini dimungkinkan karena di dalam otak kita terdapat suatu komponen bernama sistem limbik, pusat pengatur emosi kita, yang bekerja sebagai trasmitter, pengirim pemikiran yang bersifat emosional dan spiritual, sekaligus juga receiver, alat penerima gelombang-gelombang elektro di alam semesta ini. (Taufiq Pasiak, Brain Management for Self Improvement, 2007)

Pikiran yang sedang kita pikirkan saat ini sedang menciptakan kehidupan masa depan kita. Apa yang paling kita pikirkan akan muncul sebagai hidup kita. Tak heranlah jika Ensteinpun berpendapat bahwa imajinasi lebih penting dari ilmu pengetahuan, sebab menurutnya imajinasi tak terbatas, dengan imajinasi kita dapat berkelana kemanapun.

Mengapa imajinasi begitu penting. Imajinasi adalah visualisasi sesuatu dalam pikiran. Ini yang sering disebut dengan konsep. Konsep adalah suatu cikal bakal perwujudan suatu mimpi, sebuah imajinasi.

Selama lebih dari tigapuluh tahun para ahli telah memusatkan penelitian tentang organ yang paling fital yang kita miliki, yaitu otak, pusat dari kumpulan sel yang mengatur segala prilaku, baik fisik, emosi, maupun spiritual kita. Penelitian ini menyimpulkan bahwa belahan otak kiri kita melihat sesuatu secara partial, sepotong-sepotong. Sebaliknya belahan otak kanan melihat sesuatu secara utuh atau secara presfektif dan berurutan. Dengan kata lain otak kanan kitalah yang dapat melihat sesuatu dalam imajinasi utuh layaknya seperti foto atau film yang bergerak, sedangkan otak kiri kemudian menguraikannya dalam bentuk verbal atau kata-kata. (Daniel H. Pink, Misteri Otak Kanan Manusia, 2007).

Bukankah otak limbik berfungsi juga sebagai sebuah alat pengirim dan penerima ide-ide yang serupa? Ini berarti dengan membiasakan membuat imajinasi dalam benak pikiran, akan menarik ide-ide yang sama yang berkeliaran bebas dalam ruang alam semesta ini. Oleh karena itu tak heranlah mengapa seseorang yang dapat memaksimalkan kerja kedua belahan otaknya akan dapat menciptakan sesuatu yang luar biasa dan lebih sempurna. Salah satu alasannya karena ia sering mendapatkan “input” dari alam lain, yang sering kita sebut ilham. Akibatnya ia dapat melihat sesuatu yang tidak nampak dan dapat melakukan sesuatu yang tampaknya mustahil. Ia dapat melihat peluang yang orang lain tak melihatnya. Ia dapat melihat dengan mata imajinasinya serta merubah tantangan menjadi peluang.

Memang tidak mudah untuk membiasakan melakukan hal ini. Namun demikian, kita perlu untuk memulai sesuatu dengan sebuah mimpi, bukan hanya mimpi-mimpi kecil, namun kita harus berani bermimpi dengan sebuah mimpi besar. Sebab mimpi-mimpi besar melahirkan karya-karya besar pula.

Jika kita membaca sejarah pembebasan perbudakan di Amerika, kita akan melihat betapa pengaruh mimpi besar seorang Martin Luther King terhadap pergerakan kebebasan tersebut. Mimpi besarnya bagaikan pusat energy yang membangkitkan semangat, menumbuhkan gelora perubahan dan pembaharuan dalam diri setiap warga kulit hitam di seluruh bagian negeri Paman Sam. Mungkin bila ada kesempatan bacalah tulisan pelopor perubahan ini dalam “I Have a Dream”nya. Sebuah tulisan yang menggetarkan hati dan membakar semangat untuk maju dan bangkit. Sebuah tulisan yang berisi mimpi besar seorang Tokoh. Dan mimpi inilah yang telah merubah kehidupan suatu bangsa besar, Amerika. Mimpi-mimpi besar seperti ini pulalah yang mengantarkan Emir dari negara kecil di semenanjung Arab, Uni Emirat Arab berhasil merubah sebuah padang pasir tandus kering kerontang, “Dubai” dan menyulapnya menjadi sebuah tempat kunjungan wisata termahal serta termewah di dunia, serta merupakan salah satu kota tercepat pertumbuhannya dalam kurun waktu hanya lima belas tahun. Juga mimpi besar seorang raja “Ubud” di Bali bernama Tjokorda Gde Agung Sukawati yang telah mampu merubah daerah ini menjadi salah satu surga wisata di pulau khayangan Bali, tempat para selebriti top dunia menghabiskan waktu liburnya.

“Gantunglah cita-citamu setinggi bintang di langit.” Inilah pesan yang pernah ditinggalkan oleh salah seorang tokoh kharismatik bangsa kita, Bung Karno. Beliau mengajarkan agar kita, siapa saja, semuanya, mulai dari seorang anak bangsa yang bertebaran sebagai anak jalanan, mahasiswa, petani, nelayan, guru sampai mereka yang duduk di kursi empuk dewan, birokrat, dan penguasa agar memiliki suatu mimpi besar yaitu menjadikan negeri ini negeri yang terbebas dari ketertinggalan.

Dalam berbuat, memang kita harus selalu “mengukur baju di badan sendiri”. Pepatah ini tidak seharusnya menyurutkan kita untuk berani bermimpi besar. Perencanaan besar memang diperlukan dalam membangun kehidupan ini. Namun perlu diingat perencaan besar memang harus dibarengi dengan perencanaan bertahap, paling tidak dari perencanaan perubahan diri. Sebab kalau tidak bangsa ini tidak pernah berubah maju, karena kita sendiri memang tidak mau dan berani bermimpi besar, apalagi berubah. Itulah sebabnya kita diharuskan banyak bertafakur, dan berani bermimpi besar.