Mendidik Dengan Hati...

BACAKANLAH SEJAK DIA DINI

Saya memiliki seorang tetangga yang tahun ini putranya bernama Andri siap masuk TK, karena memang sudah usianya। Hampir setiap hari sang Ibu sibuk mengantarkan anaknya ke kursus private untuk belajar membaca. Saya agak heran mengapa sang ibu tidak menunggu sampai anaknya masuk sekolah dasar, lalu mempercayakan sekolah yang mengajarkannya membaca. Mungkin sekolah yang diminati sang ibu mensyaratkan anak yang diterima adalah anak yang sudah bisa membaca. Saya memang pernah mendengar kalau untuk dapat diterima di beberapa SD swasta di Pontianak, calon siswa harus sudah bisa membaca. Saya tidak habis pikir mengapa sekolah membuat syarat yang boleh jadi tidak fair bagi sebagian orang tua. Mengapa tidak fair? Bukankah orang tua, dan kita semua mengirimkan anak kita masuk sekolah dasar salah satu alasannya memang karena menginginkan mereka bisa diajari membaca. Lantas mengapa ada sekolah hanya menerima calon siswa yang sudah bisa membaca? Apapun alasannya mungkin kita perlu merenung kembali apakah sudah benar jika kita mengirim anak belajar atau les membaca sebelum usia mereka siap. Lantas bagaimana cara yang baik untuk mengajarkan anak agar memiliki minat baca yang baik.

Memberikan pelajaran membaca pada anak usia pra sekolah tidak sama dengan memperkenalkannya pada membaca. Memberikan pelajaran membaca pada saat usia anak TK, di kala mereka belum siap untuk menerima pelajaran yang diberikan melalui intruksi formal akan sangat membebani mereka secara psikologis. Mereka akan merasa “tertekan”. Sebab, sebenarnya pada usia pra sekolah atau TK, anak kita sebaiknya diberikan kesempatan untuk lebih banyak bermain, dan membangun hubungan social pertemanan. Suatu hasil penelitian yang dilakukan oleh The American Academy of Child and Adolescent Psychiatry yang dikutip dari buku Einstein Tak Pernah Menghafal karya Kathy Hirsh Pasek Ph.D dan kawan kawan (2006) menyatakan bahwa anak anak merasa tertekan akibat suatu “inflasi kelas”, tekanan yang diakibatkan oleh padatnya jadwal les, untuk mempelajari suatu keahlian yang biasanya dipelajari di kelas satu namun kini harus dipelajari dikelas yang lebih awal, pada pra sekolah.
David Elkind seorang peniliti berkebangsaan Rusia dalam bukunya The Hurried Child, dikutip dari Right-Brained Children in a Left-Brained World (2005) mengatakan bahwa memaksa anak membaca dini malah dapat mendatangkan efek efek jangka panjang yang merusak prestasi akademik dan antusiasme anak untuk belajar। Memaksa anak mendapatkan pelajaran atau intruksi pada saat usia prasekolah untuk dapat membaca dini tidaklah prinsip untuk menjadi pembaca yang fasih. Membaca dini juga tidak mengindikasikan seseorang akan menjadi profesional di kemudian hari. Penetiliannya menunjukkan bahwa anak anak yang didorong untuk membaca sebelum mereka memiliki kemampuan untuk membaca akan mempengaruhi kemapuan belajar anak saat mereka di usia akil balig. Mereka yang didorong terlalu keras untuk belajar sebelum usianya akan menunjukkan sikap apatis dan menarik diri.

Suatu studi perbandingan yang dilakukan oleh Carlton Washburn di Winnetka, Illinois Amerika Serikat terhadap sekelompok anak anak yang sudah diperkenalkan dengan instruksi membaca formal di kelas satu SD dan membandingkannya dengan mereka yang baru diperkenalkan dengan instruksi membaca di kelas dua। Hasilnya menyimpulkan bahwa anak anak yang memulai belajar membaca pada kelas lebih awal memang menunjukkan keunggulan awal dalam tes membaca. Namun keunggulan tersebut sirna dan tak tampak lagi saat mereka sudah duduk di kelas empat SD. Setelah beberapa tahun ketika mereka duduk di SMP, baru terungkap bahwa anak anak yang diperkenalkan lebih lambat dengan membaca ternyata memiliki keinginan membaca yang lebih baik, spontan dan antusias.

“Ikan sepat ikan gambus”, suatu ungkapan keseharian yang sering kita dengar, yang bermakna semakin cepat kita melakukan sesuatu semakin bagus hasilnya। Ungkapan ini bisa benar bisa juga tidak. Ini berlaku untuk pengajaran keterampilan membaca bagi seorang anak sebelum usianya benar benar siap menerima instruksi formal membaca. Anak pada usia sekolah diakatakan siap menerima pembelajaran membaca formal, karena memang perkembangan otak mereka pada saat itu sudah mencapai kondisi yang mampu untuk menerima pembelajaran formal. Keinginan seorang ibu Andri untuk meleskan anaknya agar dapat membaca sebelum masuk TK seperti diatas dapat dimaklumi karena pengaruh adanya kebanggaan yang dirasakan ibu apabila anaknya dapat membaca disaat masih usia TK dimana kebanyakan teman sebayanya memang belum bisa. Selain itu keinginan untuk dapat diterima di sebuah sekolah yang difavoritkan juga menjadi satu faktor pendorong.

Saya sangat prihatin melihat perkembangan psiklogis Andri putra tetangga saya tadi। Dulu ketika dia belum dileskan sang ibu, Andri nampak ceria dan ramah. Setiap kali saya ketemu, Andri selalu menyapa dan berceloteh tentang ceritra cerita lucunya dengan dibarengi gerai tawa. Setiap pagi dan sore jika cuaca cerah, Andri sibuk dengan sepeda mungilnya hilir mudik di halaman rumah sambil berteriak kecil mengungkapkan kegembiraan dan kenikmatan yang dirasakannya. Kini setelah ada jadwal les, tak ada lagi teriakan Andri memanggil manggil saya. Sepeda mungilnyapun tak pernah terdengar dikayuh keluar rumah. Apakah ini tanda tanda awal dari dirampasnya masa masa bermain dan kesempatan bersosialisi anak, karena cepatnya anak harus menjadi ”pembelajar formal? Lantas apakah ini juga tanda kalau Andri mulai merasa ”tertekan”?

Saya sangat menghargai keinginan ibu Andri agar anaknya dapat membaca dan mungkin memiliki kesenangan membaca sejak usia putranya masih dini lagi. Namun menumbuhkan minat baca tidak berarti harus mengajarinya membaca di usianya yang masih sangat muda itu. Minat baca memang harus dikembangkan sejak dini, sejak anak masih bayi lagi, Ini semua perlu dilakukan agar anak anak kita kelak gemar membaca dan antusias dalam belajar. Caranya bukan dengan menyerahkan anak kita kepada guru les bahasa. Pada usia ini, proses pembelajaran keterampilan membaca yang paling sederhana dapat dimulai oleh ibu atau keluarga dengan membiasakan membacakan teks sedehana, ceritra-ceritra pendek, puisi atau sajak pendek kepada mereka. Biasakan anak anak kita dikelilingi dengan pengalaman membaca. Perkenalkan buku sejak dini, letakkan buku dimana saja anak berada. Jadikan buku sebagai mainan mereka. Perkenalkan buku dengan membacakan isi cerita buku, bacakan ceritra dengan intonasi berubah rubah, dimana saja, digendongan, ditempat tidur, diruang bermain, ruang tamu teras dll. Perlihatkan huruf huruf dengan nama mereka di dalam ceritra yang anda baca. Terus kembangkan keingin tahuan anak dengan permainan bertanya dan menjawab tentang bacaan yang kita bacakan, tentu dengan bahasa yang sederhana bahasa bermain mereka. Bangun kepercayaan diri mereka dengan selalu memberikan pujian. Semoga kiat kiat sederhana ini dapat membantu kita mempersiapkan anak menyongsong usia sekolah mereka dengan kemampuan berbahasa yang baik.

Tidak ada komentar: